BADUNG, BALI EXPRESS – Usaha pembuatan palinggih sudah sangat umum ditemui hampir seluruh wilayah Bali. Namun bisnis ini mengalami penurunan akibat terimbas pandemi Covid-19. Akibat minimnya minat masyarakat, perajin palinggih lakukan inovasi.
Salah satu perajin palinggih yang banting haluan adalah I Gusti Ngurah Sumarjaya, 42, yang membuka usaha di Jalan Raya Punggul Nomor 16, Desa Punggul, Abiansemal.
Pria yang kesehariannya membuat palinggih ini pun mulai berinovasi akibat minimnya pesanan saat pandemi Covid-19. Sumarjaya memilih untuk membuat miniatur palinggih.
Ide pembuatan miniatur palinggih ini, menurut Sumarjaya berawal dari keinginannya mempercantik bonsai. Seiring berjalannya waktu, ia mendapatkan saran dari seorang teman untuk menjualnya. Dirinya pun mengikuti saran tersebut, dengan memposting miniatur palinggih miliknya melalui grup dan market place.
“Awalnya itu ada satu dua orang yang beli, kemudian setelah di share marketplace, ada juga yang beli. Terus berjalan hingga sekarang,” ujar Sumarjaya saat ditemui Rabu (1/3).
Dalam pembuatan miniatur palinggih ini, Sumarjaya menggunakan bahan pasir besi atau pasir hitam yang halus. bahan tersebut kemudian dicampur dengan semen dan air. Setelah itu akan dicetak menggunakan bata, dan saat mulai mengering akan langsung diukir.
Dalam proses pembuatannya, ia mampu menyelesaikan satu buah miniatur palinggih dengan waktu yang bervariasi sesuai dengan ukuran. “Dalam satu hari bisa buat sekitar 4-5 buah, ukuran medium 15-17 cm. kalau full kerja. Kalau yang ukuran 10 cm itu paling cepat setengah hari dapat satu. Karena buat detailnya rumit. semakin kecil semakit rumit. kalau yang satu paket lengkap, biasanya selesai dalam seminggu,” ungkapnya.
Kendati demikian, pihaknya pun sempat mendapatkan kesulitan saat awal membuat miniatur palinggih. Hal ini terjadi lantaran mengukir di ukuran yang lebih kecil akan lebih rumit. Bahkan saat mencoba pertama kalinya, ia mengaku sering gagal.
“Tingkat kesulitannya, awalnya agak sulit karena dibuat ukuran kecil. Biasanya dibuat yang besar, jadi agak sulit, terutama tangan tidak boleh bergetar, kalau bergetar bisa hancur,” jelasnya.
Hingga kini kerajinan yang dibuatnya telah memiliki banyak peminat, mulai dari masyarakat di Kabupaten Badung hingga seluruh Bali. Selain itu, penjualan miniatur palinggih ini pun dikirim hingga ke Pulau Jawa. Bahkan wisatawan asing pun beberapa kali berkunjung ke rumahnya untuk membeli satu miniatur. “Ada yang dari Singapura, Belanda, dan Jerman. mereka belinya satuan,” paparnya.
Miniatur ini pun diminati oleh pecinta bonsai dan penghobi aquascape. hal ini disebutkan lantaran pelanggan Sumarjaya lebih banyak dari kalangan tersebut. Namun, ia juga menyebutkan ada pembeli yang menggunakan kerajinannya sebagai koleksi, hiasan di kamar suci, dan di ruang tamu.
Selain membuat miniatur palinggih atau pura, Sumarjaya juga menerima pesanan lain. Seperti miniatur reruntuhan bangunan romawi, kapal tenggelam, dan yang lainnya. Untuk satu buah miniatur, ia pun menjual dengan harga yang berbeda-beda.
Tentunya harga yang ditawarkan sesuai dengan tingkat kesulitan pembuatannya. Untuk satu buah palinggih dihargai Rp100 – Rp125 ribu, kemudian untuk satu paket miniatur dibandrol dengan harga Rp 800 ribu. “Pesanan paling banyak saat awal-awal pandemi Covid-19. Dalam sebulan bisa laku 35 buah,” paparnya.