28.7 C
Denpasar
Sunday, April 2, 2023

Obesitas Pada Anak Dapat Sebabkan Komplikasi

DENPASAR, BALI EXPRESS- Jika sepuluh tahun lalu obesitas menjadi penyakit yang paling banyak dialami oleh orang usia produktif dan lansia, saat ini obesitas justru lebih banyak dialami oleh anak-anak. Penyebabnya, tidak lain adalah adanya perubahan gaya hidup dan pola asuh orang tua.

 

Perwakilan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Winra Pratita, Sp. A., menyebutkan obesitas pada anak rentan terjadi berbagai penyakit yang sulit dikelola. “Obesitas terjadi karena ketidakseimbangan antara asupan energi dan keluaran energi, sehingga terjadi kelebihan energi yang selanjutnya disimpan dalam bentuk jaringan lemak,” jelasnya.

 

Adapun ciri-ciri dari obesitas pada anak dilanjutkan dr. Winra dapat dilihat dari beberapa gejala klinis, seperti wajah membulat, pipi tembem, dagu rangkap, pada leher tampak pendek, terdapat acanthosis nigricans (bercak kehitaman di belakang leher). Kemudian pada dadanya terlihat membusung dengan payudara membesar dan napas berbunyi (mengi).

 

Selain itu, gejala lain dapat dilihat pada perut terlihat membuncit disertai dinding perut yang berlipat-lipat. Pada ekstremitas sering juga tungkai berbentuk X akibat kenaikan berat badan yang sangat berlebihan dalam waktu yang singkat. Kemudian gerakan panggul terbatas, dan pada sistem reproduksi laki-laki penis tampak kecil.

Baca Juga :  Venna Melinda Gugat Cerai Ferry Irawan, Minta Dukungan Orang Terdekat

 

Namun demikian untuk lebih memastikan kondisi anak apakah terserang obesitas atau tidak, diperlukan pemeriksaan antropometri mencakup berat badan, panjang badan atau tinggi badan indeks massa tubuh.

 

Obesitas pada anak ini dilanjutkan dr. Winra juga berpotensi menyebabkan anak mengalami komplikasi penyakit pada organ tubuhnya. Mulai dari organ paru-paru, jantung, hati hingga seorang anak bis mengalami masalah pencernaan.

“Karena obesitas ini juga membuat anak rentan terserang diabetes melitus karena adanya penurunan fungsi pankreas, sedangkan bagi anak perempuan, organ reproduksinya juga bisa mengalami gangguan,” urainya.

 

Untuk pencegahan obesitas pada anak ini, dr. Winra menjelaskan bisa dilakukan sejk anak masih bayi. Mulai pada bayi 0-12 bulan ibu didorong memberikan ASI eksklusif sampai 6 bulan, kemudian anak diberikan MPASI dengan cara yang benar. selanjutnya pada bayi 12 – 24 bulan ibu harus menghindarkan anak dari minuman manis, hindari konsumsi jus dan kental manis yang berlebihan. Setiap anggota keluarga harus dibiasakan makan bersama di meja makan kemudian televisi dimatikan selama proses makan.

Baca Juga :  Endorse dengan Cara Menari

 

“Yang harus diperhatikan, orang tua tidak boleh membatasi jumlah makan tapi memastikan bahwa makanan yang tersedia sehat serta disertai buah dan sayuran. Makanan selingan hanya diberikan sebanyak 2 kali dan hanya menawarkan air putih bila haus bukan minuman manis,” tambahnya.

 

Selanjutnya, anak tidak boleh diberikan makanan berkalori tinggi sebagai cemilan, anak juga harus mempunyai kesempatan aktif secara fisik untuk bermain di luar rumah. Batasi nonton TV, tidak meletakkan televisi di kamar tidur anak, lalu orang tua juga harus menjadi model percontohan untuk selektif dalam menentukan makanan yang dikonsumsi oleh anak.






Reporter: IGA Kusuma Yoni

DENPASAR, BALI EXPRESS- Jika sepuluh tahun lalu obesitas menjadi penyakit yang paling banyak dialami oleh orang usia produktif dan lansia, saat ini obesitas justru lebih banyak dialami oleh anak-anak. Penyebabnya, tidak lain adalah adanya perubahan gaya hidup dan pola asuh orang tua.

 

Perwakilan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Winra Pratita, Sp. A., menyebutkan obesitas pada anak rentan terjadi berbagai penyakit yang sulit dikelola. “Obesitas terjadi karena ketidakseimbangan antara asupan energi dan keluaran energi, sehingga terjadi kelebihan energi yang selanjutnya disimpan dalam bentuk jaringan lemak,” jelasnya.

 

Adapun ciri-ciri dari obesitas pada anak dilanjutkan dr. Winra dapat dilihat dari beberapa gejala klinis, seperti wajah membulat, pipi tembem, dagu rangkap, pada leher tampak pendek, terdapat acanthosis nigricans (bercak kehitaman di belakang leher). Kemudian pada dadanya terlihat membusung dengan payudara membesar dan napas berbunyi (mengi).

 

Selain itu, gejala lain dapat dilihat pada perut terlihat membuncit disertai dinding perut yang berlipat-lipat. Pada ekstremitas sering juga tungkai berbentuk X akibat kenaikan berat badan yang sangat berlebihan dalam waktu yang singkat. Kemudian gerakan panggul terbatas, dan pada sistem reproduksi laki-laki penis tampak kecil.

Baca Juga :  Endorse dengan Cara Menari

 

Namun demikian untuk lebih memastikan kondisi anak apakah terserang obesitas atau tidak, diperlukan pemeriksaan antropometri mencakup berat badan, panjang badan atau tinggi badan indeks massa tubuh.

 

Obesitas pada anak ini dilanjutkan dr. Winra juga berpotensi menyebabkan anak mengalami komplikasi penyakit pada organ tubuhnya. Mulai dari organ paru-paru, jantung, hati hingga seorang anak bis mengalami masalah pencernaan.

“Karena obesitas ini juga membuat anak rentan terserang diabetes melitus karena adanya penurunan fungsi pankreas, sedangkan bagi anak perempuan, organ reproduksinya juga bisa mengalami gangguan,” urainya.

 

Untuk pencegahan obesitas pada anak ini, dr. Winra menjelaskan bisa dilakukan sejk anak masih bayi. Mulai pada bayi 0-12 bulan ibu didorong memberikan ASI eksklusif sampai 6 bulan, kemudian anak diberikan MPASI dengan cara yang benar. selanjutnya pada bayi 12 – 24 bulan ibu harus menghindarkan anak dari minuman manis, hindari konsumsi jus dan kental manis yang berlebihan. Setiap anggota keluarga harus dibiasakan makan bersama di meja makan kemudian televisi dimatikan selama proses makan.

Baca Juga :  Gemar Pamer Kekayaan, Istri Pejabat Kemensetneg Jadi Sorotan

 

“Yang harus diperhatikan, orang tua tidak boleh membatasi jumlah makan tapi memastikan bahwa makanan yang tersedia sehat serta disertai buah dan sayuran. Makanan selingan hanya diberikan sebanyak 2 kali dan hanya menawarkan air putih bila haus bukan minuman manis,” tambahnya.

 

Selanjutnya, anak tidak boleh diberikan makanan berkalori tinggi sebagai cemilan, anak juga harus mempunyai kesempatan aktif secara fisik untuk bermain di luar rumah. Batasi nonton TV, tidak meletakkan televisi di kamar tidur anak, lalu orang tua juga harus menjadi model percontohan untuk selektif dalam menentukan makanan yang dikonsumsi oleh anak.






Reporter: IGA Kusuma Yoni

Most Read

Artikel Terbaru