29.8 C
Denpasar
Friday, March 24, 2023

Mencicipi Kuliner Lawar Empas Hasil Kreasi Warung Jik Tonk

BADUNG, BALI EXPRESS – Kuliner lawar Bali sudah sangat umum jika menggunakan bahan dasar ayam, babi, maupun sapi. Namun di Desa Blahkiuh, Abiansemal, Badung ada satu lawar yang unik dan terbilang ekstrim.

Lawar yang disajikan di salah satu warung di Desa Blahkiuh menggunakan daging labi-labi atau bulus atau dalam Bahasa Bali disebut empas. Pemiliknya adalah I Gusti Ngurah Ketut Wiranata yang berada di Jalan Ayodya Nomor 4 Banjar Benehkawan, Desa Blahkiuh.

 

Wiranata atau yang disapa Jik Tonk ini telah membuka warung lawar sejak 2012. Namjn setelah pandemi Covid-19, ia memilih berjualan di rumahnya langsung. Hal ini dipilih agar para pelanggannya mendapatkan kenyamanan. Terlebih dapat memilih tempat duduk secara bebas. “Fasilitas yang disediakan, ada wifi gratis, ada bangunan joglo gazebo, meja bundar, bangunan bali jineng, dan meja di bawah pohon,” ujar Jik Tonk, Minggu (5/2).

Baca Juga :  Ceramah “Pelanggaran” Tentang Batik, Rudi Pertanyakan Kewarganegaraan Anies

 

Dirinya mengaku menjual lawar karena memang hobi mebat sejak kecil. Ia memilih menjual lawar empas pun karena ingin dagangannya berbeda dengan yang lainnya. Terlebih lawar atau kuliner menggunakan empas masih jarang ditemukan. “Usaha lawar empas ini untuk mencoba menjual lawar yang ekstrim. Karena memang jarang ada orang yang menjual lawar bulus,” ungkapnya.

 

Dari ide yang out of the box ini pun, Jik Tonk mendapatkan pelanggan hingga luar pulau. Sebab yang berkunjung ke rumahnya merupakan warga asli Lombok. Namun ia juga tidak memungkiri juga ada pelanggan lainnya, seperti yang berasal dari Nusa Dua. “Umumnya yang makan kesini itu hampir semua usia. Tapi lebih sering anak-anak muda yang penasaran dengan rasa lawar empas,” jelasnya.

 

Dalam satu porsi lawar empas, ia menyajikan lengkap dengan sate, serapah, dan sup. Untuk seporsi lawar empas ini dijual dengan harga Rp 30 ribu. Namun dalam sehari ia tidak banyak menyediakan lawar empas. Pasalnya dalam sehari hanya dijual sebanyak 50 porsi. “Untuk bulus sendiri yang dimasak itu sebanyak 30 kg, untuk 50 porsi. Waktu ngolahnya sampai jadi lawar sekitar satu setengah jam,” paparnya.

Baca Juga :  Sembahyang Ronde, Ritual Tutup Tahun Umat Tionghoa di Singaraja

 

Jik Tonk mengaku mendapatkan empas dari pengepul langsung. Ada yang dari luar pulau dan ada dari rekannya yang mencari di aliran sungai. Meski terbilang ekstrim ia menilai kuliner empas ini masih aman dikonsumsi. “Masih aman untuk empas, selain itu juga bukan hewan dilindungi,” ucapnya.

 

Selain menjual lawar empas pihaknya pun masih menjual yang lainnya. Seperti lawar babi dan sapi. Dalam sehari Jik Tonk mengaku mendapatkan omzet yang cukup fantastis. “Omset perhari cukup untuk kebutuhan, sekitar Rp 3 juta,” jelasnya.






Reporter: I Putu Resa Kertawedangga

BADUNG, BALI EXPRESS – Kuliner lawar Bali sudah sangat umum jika menggunakan bahan dasar ayam, babi, maupun sapi. Namun di Desa Blahkiuh, Abiansemal, Badung ada satu lawar yang unik dan terbilang ekstrim.

Lawar yang disajikan di salah satu warung di Desa Blahkiuh menggunakan daging labi-labi atau bulus atau dalam Bahasa Bali disebut empas. Pemiliknya adalah I Gusti Ngurah Ketut Wiranata yang berada di Jalan Ayodya Nomor 4 Banjar Benehkawan, Desa Blahkiuh.

 

Wiranata atau yang disapa Jik Tonk ini telah membuka warung lawar sejak 2012. Namjn setelah pandemi Covid-19, ia memilih berjualan di rumahnya langsung. Hal ini dipilih agar para pelanggannya mendapatkan kenyamanan. Terlebih dapat memilih tempat duduk secara bebas. “Fasilitas yang disediakan, ada wifi gratis, ada bangunan joglo gazebo, meja bundar, bangunan bali jineng, dan meja di bawah pohon,” ujar Jik Tonk, Minggu (5/2).

Baca Juga :  Atalia Ridwan Kamil Rindukan Kebersamaan Saat Berbuka Puasa

 

Dirinya mengaku menjual lawar karena memang hobi mebat sejak kecil. Ia memilih menjual lawar empas pun karena ingin dagangannya berbeda dengan yang lainnya. Terlebih lawar atau kuliner menggunakan empas masih jarang ditemukan. “Usaha lawar empas ini untuk mencoba menjual lawar yang ekstrim. Karena memang jarang ada orang yang menjual lawar bulus,” ungkapnya.

 

Dari ide yang out of the box ini pun, Jik Tonk mendapatkan pelanggan hingga luar pulau. Sebab yang berkunjung ke rumahnya merupakan warga asli Lombok. Namun ia juga tidak memungkiri juga ada pelanggan lainnya, seperti yang berasal dari Nusa Dua. “Umumnya yang makan kesini itu hampir semua usia. Tapi lebih sering anak-anak muda yang penasaran dengan rasa lawar empas,” jelasnya.

 

Dalam satu porsi lawar empas, ia menyajikan lengkap dengan sate, serapah, dan sup. Untuk seporsi lawar empas ini dijual dengan harga Rp 30 ribu. Namun dalam sehari ia tidak banyak menyediakan lawar empas. Pasalnya dalam sehari hanya dijual sebanyak 50 porsi. “Untuk bulus sendiri yang dimasak itu sebanyak 30 kg, untuk 50 porsi. Waktu ngolahnya sampai jadi lawar sekitar satu setengah jam,” paparnya.

Baca Juga :  Angka Kematian Pasien Covid-19 di Kabupaten Badung Relatif Tinggi

 

Jik Tonk mengaku mendapatkan empas dari pengepul langsung. Ada yang dari luar pulau dan ada dari rekannya yang mencari di aliran sungai. Meski terbilang ekstrim ia menilai kuliner empas ini masih aman dikonsumsi. “Masih aman untuk empas, selain itu juga bukan hewan dilindungi,” ucapnya.

 

Selain menjual lawar empas pihaknya pun masih menjual yang lainnya. Seperti lawar babi dan sapi. Dalam sehari Jik Tonk mengaku mendapatkan omzet yang cukup fantastis. “Omset perhari cukup untuk kebutuhan, sekitar Rp 3 juta,” jelasnya.






Reporter: I Putu Resa Kertawedangga

Most Read

Artikel Terbaru