SINGARAJA, BALI EXPRESS – Di salah satu sudut rumah di kawasan Kelurahan Banjar Jawa sebuah pohon menjulang. Diantara dedaunan yang mungil terdapat buah berwarna merah dan oranye. Buah itu terselip di antara daun tunggal berwarna hijau dan berbentuk lonjong.
Ada pula bunga tunggal dengan daun pelindung kecil berwarna hijau. Mahkota bunga berwarna kuning sedangkan benang sari dan putik berwarna putih. Buahnya bulat dengan diameter sekitar 1,5 sentimeter berwarna merah. Bijinya kecil, keras, berwarna coklat. Pohon ini disebut pohon Dewandaru (Eugenia uniflora).
Di sebelah pohon tersebut Made Desi Ariani, 43 tengah sibuk melayani pelanggan yang datang ke salonnya. Saat ditemui, Desi mengaku pohon Dewandaru itu ditanam oleh mertuanya. Konon pohon itu berada di sela-sela pagar rumah. Terhimpit tembok. Maka pada tahun 1998, saat ia menikah dan menempati rumah itu, ia menata kembali pohon yang tingginya 80 sentimeter kala itu.
“Setelah anak pertama saya 7 tahun baru mulai berbuah. Pohonnya masih bisa lebih tinggi dari ini. ini sudah dipangkas-pangkas,” terangnya saat ditemui Senin (12/9) siang.
Saat berbuah, pohon Dewandaru akan memiliki buah berwarna hijau. Kemudian berubah menjadi hijau tua, lalu kuning, kemudian menjadi oranye. Saat matang buah itu akan berwarna merah hati. Soal rasa, buah ini memiliki rasa asam bercampur pahit. Terkadang muncul rasa sepat. Rasa manis yang dirasakan pada buah ini cenderung minim.
“Cermen lebih enak. Sepet manis pahit segala macam. Katanya buat penyakit dalam bagus,” sambung Kadek Gunawan Saputra, anak kedua dari Desi.
Kendati banyak diburu untuk dijadikan obat, keluarga Desi sangat jarang memanfaatkan bagian-bagian pohon tersebut. Apabila ada yang meminta bagian pohon tersebut termasuk bibitnya, keluarga itu dengan murah hati memberinya secara cuma-cuma.
“Keluarga kami jarang pakai obat, tapi ada yang minta pakai obat. Ada yang minta daunnya, buahnya, kayunya. Paling lama 10 tahun baru belajar berbuah. Kayunya seperti sotong. Mekules dia. Kulit tua lepas, tumbuh kulit baru,” papar Desi sambil melayani pelanggannya.
Saat ditanam, pohon Dewandaru ini cukup diletakkan pada satu tempat saja. Jika dipindah-pindah maka pohon ini susah untuk berbuah, bahkan mati. Sehingga dibutuhkan tempat yang strategis dan tidak mungkin dipindahkan.
“Pohon ini memang rewel. Susah hidupnya. Kerinyi. Sekali tanam di satu tempat, jangan dipindah-pindah lagi,” ujarnya.
Desi meyakini suburnya pohon Dewandaru di halaman rumahnya sebagai simbol pembawa berkah. Ia pun mengklaim pohon tersebut tak pernah berhenti berbuah. Saat musim apapun, buah tetap muncul bahkan rimbun.
“Saya percaya rejeki sudah ada yang mengatur. Tapi dengan adanya pohon ini sampai sekarang keluarga saya hidup berkecukupan. Ada saja rezeki,” ungkapnya.
Pohon Dewandaru yang dikenal dengan berbagai kisah mistisnya juga menyimpan cerita tersendiri di Bali. Dalam kisah pewayangan Mahabarata, pohon Dewandaru ini adalah jelmaan manusia. Konon terdapat seseorang yang bernama Dewandaru yang menjadi rebutan antara Kurawa dan Pandawa lantara dipercaya sebagai kunci untuk menguasai dunia.
“Agar tidak dapat diperebutkan, orang ini berubah menjadi pohon. Begitu secara singkat yang saya tahu,” jelas Pandita Mpu Putra Yoga Parama Daksa dari Griya Agung Batur Sari, Banjar Gambang, Mengwi-Badung.
Aroma kayu dewandaru yang harum pun dipercaya sebagai sarana pencapaian kesempurnaan dalam ilmu kanuragan. Selain itu dianggap memiliki khasiat sebagai pengasihan, menambah karisma, dan pengusir gangguan gaib.
Di balik khasiat mistis yang dipercayai oleh sebagian masyarakat, pohon dewandaru ternyata memiliki berbagai manfaat yang teruji secara klinis. Buah Dewandaru selain mengandung air juga mengandung protein, karbohidrat, dan vitamin C. Kulit kayunya mengandung tanin. Sedangkan daunnya banyak mengandung minyak atsiri, saponin, flavonoid.
“Sepertinya kita tidak boleh terlalu terlena dengan berbagai khasiat mistis yang dipunyai pohon dewandaru (dan pohon ‘bertuah’ lainnya). Sebaliknya, berbagai keyakinan yang berkembang di masyarakat tersebut hendaknya memacu kita untuk mengeksplorasi kandungan dan khasiatnya secara klinis dan ilmiah. Bisa jadi, para pendahulu kita mencoba memberitahu kita tentang manfaat besar suatu spesies, faktor tingkat pemahaman dan pengetahuan lah yang kemudian merubah pesan tersebut menjadi serangkaian kisah mistis dan magic,” terang Mpu Yoga.