DENPASAR, BALI EXPRESS – “Dulu cuma hobi di awal tahun 2015. Awalnya niat pelihara, sekalinya berhasil kembang biakkan dan ada yang beli, jadinya ketagihan,” tutur Oka Widiartana, 28, pemilik Pekambingan Reptile yang beralamat di Jalan Diponegoro Gang 7 Nomor 6B, Banjar Pekambingan, Denpasar Barat ini mengawali wawancara.
Satu pertanyaan lanjutan yang langsung terbersit di pikiran. Berapa cuan yang didapat dari berbisnis hewan berdarah panas ini? “Kalau sedang ramai, bisa 20 sampai 30 jutaan. Kebanyakan yang beli dari luar Bali. Ada dari Jakarta, Bandung, Surabaya dan daerah lainnya,” beber Oka.
Dan yang paling diburu adalah jenis piton albino kuning dengan harga bisa menyentuh puluhan juta untuk satu ekor saja. Sementara yang biasa, harganya relatif berkisar ratusan ribu hingga jutaan. “Kembali ke jenis dan motifnya. Kalau yang albino kuning itu jenis ular hias. Paling murah bisa jutaan dan paling mahal puluhan,” bebernya.
Keuntungan itu kata Oka sebanding dengan apa yang telah ia lakukan. Dari menetas hingga siap jual, ia pelihara dengan baik. Kalau bahasa seperti iklan di televisi ‘merawatnya seperti anak sendiri’. Tiap bulan, Oka harus merogoh kocek hingga jutaan untuk memberi pakan saja. Itu pun harus daging. “Disini indukan ada tujuh ekor. Yang paling besar panjangnya enam meter. Sekalinya dia makan, bisa sampai 10 ekor ayam, mau itu ayam mati atau masih hidup. Kalau dihitung-hitung sih, per bulan bisa keluar 1 juta untuk pakannya saja. Semakin besar indukannya, semakin banyak makan,” bebernya.
Makan banyak tentu berpengaruh akan reproduksinya yang lancar. Jika sudah lancar, korelasinya tentu ke cuan. Karena anakannya saja, itu berharga ratusan ribu dari yang paling murah, dan yang paling mahal bisa jutaan. Bisnis yang menguntungkan tentunya. Tapi, bisnis ini tidak akan jalan jika tidak memiliki channel atau penghobi ular. “Saya lebih fokus ke ular piton atau sanca kembang. Dari sisi keamanan, ular ini tidak beracun. Ular disini juga sudah jinak, selain hasil ternakan, juga sering jumpa dengan orang,” imbuhnya.
Untuk sekali bertelur, Oka menuturkan bisa mencapai puluhan. Bahkan, paling banyak pernah mencapai 40 telur untuk satu induk. Dan kembali ke induknya juga, semakin besar, semakin banyak peluang mengeluarkan telur. Namun ada tapi nya, jumlah puluhan telur itu tak semuanya bisa langsung jadi. “Contoh seperti waktu ini, ada yang bertelur 25 buah yang jadi hanya 18 saja,” kata Oka.
Soal dimana ia mendapat indukan ini tak jauh-jauh harus ia dapatkan. Peran sang ayah turut membawa Oka Widiantara akhirnya ‘terjerumus’ ke bisnis yang positif ini. “Awalnya ayah yang hobi pelihara ular. Saya jadi ikut-ikutan. Tapi ya itu tadi, ketika menghasilkan jadinya dari hobi beralih ke bisnis. Kalau soal pandemi, ada sedikit pengaruhnya dengan omset,” tandasnya.