DENPASAR, BALI EXPRESS- Karena keanekaragaman hayatinya, Indonesia dinobatkan sebagai negara megabiodiversitas (megabiodiversity) kedua terbesar di dunia, setelah Brasil. Namun demikian, sampai saat ini pengembangan bahan baku obat di Indonesia belum maksimal.
Guru Besar Fakultas Kimia, Universitas Udayana, Prof. Dr. Made Agus Gelgel Wirasuta, menyebutkan banyak kendala yang menyebabkan pengembangan industri farmasi di Indonesia terhambat. “Salah satunya adalah teknologi dan pemetaan bahan baku obat di Indonesia dan di Bali pada khususnya yang belum tercatat dengan baik,” jelasnya.
Karena itu, prof. Gelgel mengakui sampai saat ini, industri farmasi masih harus mendatangkan bahan baku obat dari luar negeri. Hal inilah yang menurut Prof. Gelgel membuat haega obat di Indonesia cukup mahal.
Terkait kindisi ini, Dra. Ni GAN Suarningsih, Apt., MH., Kepala Balai Besar POM Denpasar menyebutkan sampai saat ini, pengembangan obat tradisional juga menjadi salah satu fokus pengembangan dalam rangka percepatan kemandirian industri farmasi. “Untuk ditingkat nasional, kami sudah terus beruoaya meningkatkan kualitas SDM dan upgrade teknologi,” jelasnya.
Sedangkan untuk di daerah, Suarningsih pihaknya sudah terus melakukan pengawasan pada tingkat UMKM. Hal ini disebutkannya karena UMKM Obat Tradisional memiliki kemampuan tahap penerapan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) yang masih beragam.
Untuk itu diperlukan kegiatan pemetaan dalam rangka clusterisasi level industri dan UMKM Obat Tradisional serta menetapkan metode pengawasan dan pembinaan yang lebih efektif. “Pemetaan Sarana Produksi Obat Tradisional akan dimulai dari tahap penyusunan tools pemetaan, kick off kegiatan pemetaan, pelaksanaan pemetaan, serta evaluasi hasil pemetaan dan klasifikasi sarana produksi obat tradisional,” tambahnya.