28.7 C
Denpasar
Wednesday, March 22, 2023

Lima Seniman Kolaborasi Romantisme dan Kesatiran Hidup

DENPASAR, BALI EXPRESS – Teater Sastra Welang tampil kembali dengan meluncurkan video kolaborasi puisi yang berjudul ’Ia Yang Datang Tiap Malam’. Puisi karya Moch Satrio Welang tersebut akan ditampilkan lima seniman muda.

Penampilan empat penyair, yakni Pranita Dewi, Ayu Winastri, Achmad Obe Marzuki, Moch Satrio Welang, dan seorang pegiat teater Legu Adi Wiguna ini, resmi dirilis ke publik, Senin (6/7).

Video digarap langsung oleh Legu Adi Wiguna, pegiat teater yang lebih dikenal sebagai sutradara. Proses pengambilan gambar hingga proses penyuntingan dilakukan dengan sangat sederhana, karena terinspirasi oleh filosofi tokoh Teater Indonesia, Putu Wijaya.

Puisi’ Ia Yang Datang Tiap Malam’ ini akan dimasukkan dalam album musikalisasi puisi ketiga Teater Sasta Welang, yang jadwal peluncurannya mundur jadi tahun 2021, dikarenakan pandemik.

Sebelumnya Teater Sastra Welang telah meluncurkan dua album musikalisasi puisi, yakni Taman Bunga (2013) dan Instalasi Bulan dan Matahari ( 2016). Selain itu, puisi ‘Ia yang Datang Tiap Malam’ ini, telah dialihkreasikan dalam bentuk musikalisasi puisi oleh pegiat teater dan musisi Heri Windi Anggara. Sehingga telah diperkenalkan ke publik untuk pertama kalinya tahun lalu, melalui pagelaran Lomuisi Tetra Welang 2019.

Baca Juga :  Devina Aureel Kurang Bodoh dan Lemot

Pranita Dewi, salah satu penyair yang telah meluncurkan buku puisi tunggalnya bertajuk ‘Pelacur Para Dewa’ pada tahun 2006 lalu, menyampaikan, karya  ini merupakan upaya para pegiat seni muda mengisi ruang – ruang kosong dan mengasah kreativitas untuk selalu terjaga melalui puisi.

“Jika kita percaya pada cita-cita tentang ‘puisi yang baik’,  dan dengan demikian berarti ‘puisi murni’, yang didambakan sejak masa nirbahasa sampai tarikh posmodern ini, maka kita pun percaya bahwa  lagu dan makna, bentuk dan isi, nyanyi dan inti, ritma dan getar hati, hadir secara seimbang dalam komposisi,” urainya.

Dikayakan Pranita Dewi, keseimbangan itu hanya dapat muncul jika sang penyair tetap jujur dalam mengungkapkan puisinya. Persis sama dengan saat ‘tanya pertama’ itu datang dari dalam hati. “Bukan nan dicari, seperti yang diucapkan Sanusi Pane. Sehingga kata yang berduyun-duyun itu kembali dalam pembaca sebagai bayang di muka kaca. Dan, menggoncang hati nuraninya,” papar Pranita Dewi.

Baca Juga :  DJ Amelly Latisha; Jaga Skill dan Penampilan Cantik

Moch Satrio Welang selaku penggagas program, menyampaikan bahwa selain untuk memperkenalkan karya baru, ia juga berupaya merangkul para penyair sahabatnya.  Puisi ini diambil karena tidak hanya mengangkat sisi romantisme saja, namun juga menghadirkan kesatiran hidup, seperti dalam larik, ‘darah mengolam di bola mata anak- anak, menghanyutkan mimpi mereka’. Hal ini merupakan bentuk keprihatinan sosial di masyarakat yang saat ini sedang mengalami kesulitan di segala lini.

Walaupun tidak ditujukan khusus untuk situasi pandemi ini, namun terdapat kesamaan nuansa, kesatiran, getir yang sedang dialami penduduk di penjuru dunia, baik itu krisis pangan, pendidikan, kesehatan, ekonomi, rasa aman untuk menatap masa depan, dalam yang tersirat dalam larik ‘Kengerian di kota yang memerah, teriakan anak-anak memadam, tertelan desing peluru di hatimu’.

 


DENPASAR, BALI EXPRESS – Teater Sastra Welang tampil kembali dengan meluncurkan video kolaborasi puisi yang berjudul ’Ia Yang Datang Tiap Malam’. Puisi karya Moch Satrio Welang tersebut akan ditampilkan lima seniman muda.

Penampilan empat penyair, yakni Pranita Dewi, Ayu Winastri, Achmad Obe Marzuki, Moch Satrio Welang, dan seorang pegiat teater Legu Adi Wiguna ini, resmi dirilis ke publik, Senin (6/7).

Video digarap langsung oleh Legu Adi Wiguna, pegiat teater yang lebih dikenal sebagai sutradara. Proses pengambilan gambar hingga proses penyuntingan dilakukan dengan sangat sederhana, karena terinspirasi oleh filosofi tokoh Teater Indonesia, Putu Wijaya.

Puisi’ Ia Yang Datang Tiap Malam’ ini akan dimasukkan dalam album musikalisasi puisi ketiga Teater Sasta Welang, yang jadwal peluncurannya mundur jadi tahun 2021, dikarenakan pandemik.

Sebelumnya Teater Sastra Welang telah meluncurkan dua album musikalisasi puisi, yakni Taman Bunga (2013) dan Instalasi Bulan dan Matahari ( 2016). Selain itu, puisi ‘Ia yang Datang Tiap Malam’ ini, telah dialihkreasikan dalam bentuk musikalisasi puisi oleh pegiat teater dan musisi Heri Windi Anggara. Sehingga telah diperkenalkan ke publik untuk pertama kalinya tahun lalu, melalui pagelaran Lomuisi Tetra Welang 2019.

Baca Juga :  Rano Karno Apresiasi Pelaksanaan Festival Kapitan Jonker

Pranita Dewi, salah satu penyair yang telah meluncurkan buku puisi tunggalnya bertajuk ‘Pelacur Para Dewa’ pada tahun 2006 lalu, menyampaikan, karya  ini merupakan upaya para pegiat seni muda mengisi ruang – ruang kosong dan mengasah kreativitas untuk selalu terjaga melalui puisi.

“Jika kita percaya pada cita-cita tentang ‘puisi yang baik’,  dan dengan demikian berarti ‘puisi murni’, yang didambakan sejak masa nirbahasa sampai tarikh posmodern ini, maka kita pun percaya bahwa  lagu dan makna, bentuk dan isi, nyanyi dan inti, ritma dan getar hati, hadir secara seimbang dalam komposisi,” urainya.

Dikayakan Pranita Dewi, keseimbangan itu hanya dapat muncul jika sang penyair tetap jujur dalam mengungkapkan puisinya. Persis sama dengan saat ‘tanya pertama’ itu datang dari dalam hati. “Bukan nan dicari, seperti yang diucapkan Sanusi Pane. Sehingga kata yang berduyun-duyun itu kembali dalam pembaca sebagai bayang di muka kaca. Dan, menggoncang hati nuraninya,” papar Pranita Dewi.

Baca Juga :  Weda Dawsky Jalani Hobi yang Dibayar

Moch Satrio Welang selaku penggagas program, menyampaikan bahwa selain untuk memperkenalkan karya baru, ia juga berupaya merangkul para penyair sahabatnya.  Puisi ini diambil karena tidak hanya mengangkat sisi romantisme saja, namun juga menghadirkan kesatiran hidup, seperti dalam larik, ‘darah mengolam di bola mata anak- anak, menghanyutkan mimpi mereka’. Hal ini merupakan bentuk keprihatinan sosial di masyarakat yang saat ini sedang mengalami kesulitan di segala lini.

Walaupun tidak ditujukan khusus untuk situasi pandemi ini, namun terdapat kesamaan nuansa, kesatiran, getir yang sedang dialami penduduk di penjuru dunia, baik itu krisis pangan, pendidikan, kesehatan, ekonomi, rasa aman untuk menatap masa depan, dalam yang tersirat dalam larik ‘Kengerian di kota yang memerah, teriakan anak-anak memadam, tertelan desing peluru di hatimu’.

 


Most Read

Artikel Terbaru