TABANAN, BALI EXPRESS – Penampilannya nyentrik dengan gaya khas topi cowboy serta kaca mata hitam. Kumisnya tebal, suaranya berat dan tentunya enerjik dan berapi-api saat bicara soal olahraga tinju.
Dia adalah Wayan Sukawirat Natha, lebih lengkap namanya kini Wayan Sukawirat Natha Daeng Nai. Putra Bali asal Dusun Piling, Desa Mangesta, Penebel, Tabanan ini yang membesarkan dunia tinju amatir di Sulawesi Selatan (Sulsel), tepatnya di Kabupaten Takalar.
Kurang lebih 38 tahun, ia merantau ke Sulawesi Selatan selepas tamat SMA. Masa lalu yang dibalut dengan perkelahian dan kenakalan remaja membuatnya nekat merantau ke Sulawesi Selatan. Setelah merantau ke Makassar, Wayan Sukawirat Natha kemudian melanglang bhuana sembari getol berolahraga tinju, juga melestarikan budaya disana.
Lambat laun, ia kemudian membuat sasana bernama Lipang Bajeng Boxing yang mana didalamnya tergabung anak-anak muda untuk menyalurkan hobi tinju mereka. Dan tak lupa akan kampung halamannya, Wayan Sukawirat Natha kemudian ke Bali dengan turut membawa petinju muda sembari melakukan try out.
Ditemui Bali Express (Jawa Pos Group), pria yang mendapat gelar Daeng Nai ini membawa 6 petinju putra maupun putri dengan didampingi 3 ofisial. Petinju yang diboyong ini masih duduk di bangku SMP maupun SMA. Mereka di Bali mulai tanggal 23 hingga 25 Mei dengan menyambangi beberapa sasana tinju di Kota Denpasar, Badung, Buleleng dan Tabanan.
Didampingi Ketua Sasana Lipang Bajeng Boxing, I Putu Agustya Natha yang juga putranya, sebagai pusat pembinaan tinju di Kabupaten Takalar, Gowa, dan Jeneponto perlu melakukan regenarasi dan menambah pengalaman atlet untuk prestasi dengan banyak ujicoba. Dan Bali dipilih menjadi lokasi try out karena melihat prestasi tinju Bali di nasional.
“Bali dipilih karena kualitas petinjunya di nasional. Kedepan kami akan terus melakukan uji tanding keluar Sulsel. Ini merupakan modal menambah jam terbang petinju, dan sebagai motivasi berlatih atlet karena selama pandemi Covid-19 tidak ada even terlaksana. Olahraga tinju merupakan salah satu olahraga unggulan di Kabupaten Takalar,” terang Wayan Sukawira Natha diamini Agustya Natha.
Selama di Bali, selain melakukan latih tanding, Lipang Bajeng Boxing diberi kepercayaan oleh sasana Tinju Ciung Wanara Tabanan melakukan sosialisasi olahraga tinju untuk pelajar SMP, SMA/SMK di Kabupaten Tabanan. Tepatnya di GOR Debes.
Lantas bagaimana ia bisa mendapat gelar Daeng Nai yang merupakan gelar bangsawan dan kenapa bisa merantau ke Sulawesi Selatan? Ia bercerita gelar Daeng Nai itu didapat di tahun 2008 silam. Hal itu tak lepas karena dedikasi Wayan Sukawirat Natha yang melestarikan seni budaya, mendukung pembangunan serta dunia olahraga di wilayahnya.
“Saya diberikan gelar Daeng Nai dari Kerajaan Polombangkeng di Takalar. Diberikan oleh bupati saat itu dan disaksikan raja-raja lainnya. Di sana tangis haru saya keluar, dan saya merasa sangat dihargai, padahal saya ini perantau di ‘negeri’ orang,” ujar juragan koran di Makassar ini.
Kemudian ia bercerita terkait masa lalunya. Wayan Sukawirat Natha di masa SMA merupakan siswa yang bandel dan sering berkelahi. Bahkan selama tiga tahun, ia berpindah-pindah sekolah.
Pertama di SMA TP 45 Tabanan. Saat itu ia sempat menantang wali kelasnya berkelahi, namun ia diperingati jika terus seperti itu diancam tidak naik kelas. Hal ini diadukan kepada sang ayah kemudian diberi saran agar pindah ke Denpasar.
Kemudian Wayan Sukawirat Natha bersekolah di SMA Widya Pura di Sesetan. Setali tiga uang, ia tetap memiliki tempramen yang keras dan sering berkelahi. “Ancamannya sama, kalau masih seperti ini tidak akan naik kelas,” imbuh pria yang juga pernah menjadi seorang jurnalis ini.
Kemudian ia memutuskan pindah kembali ke Tabanan, tepatnya di SMA Harapan. Saat itu, ia sudah duduk di kelas 3 SMA dan saat itu juga ia memutuskan tobat dari kenakalannya. “Karena faktor lingkungan sekolah tidak ada orang yang nakal seperti saya. Sebelum disini saya suka berkelahi dan bolos sekolah,” tegasnya.
Suatu ketika, ia mengikuti tes untuk masuk ke Perguruan Tinggi (PT) dan tak disangka namanya lulus di sebuah universitas negeri di Makassar. Tanpa banyak basa basi, peluang itu dia ambil dan hanya bermodal nekat serta nyali yang tinggi.
“Saya disana tanpa kerabat dan saudara. Saya berani ambil keputusan itu karena ingin menebus dosa saya kepada orang tua karena kenakalan saya,” serunya.
Yang dipikirkan Wayan Daeng Nai itu adalah bagaimana caranya mengubah hidup agar lebih baik ke depan. Setelah hampir 40 tahun merantau, jerih payahnya sekarang sudah terbayar dan ia tergolong sudah sukses di tanah perantauan.
“Saya sebagai putra Bali mengaku orang Bali itu orang yang jujur, patuh dan sopan. Tapi nyali nya kempes. Saya sarankan kepada generasi muda Bali, tetap percaya diri dan harus memiliki nyali yang besar untuk mengubah hidup demi masa depan. Saya yakin pasti bisa,” tegasnya.
Dari awal perantauannya itulah, Wayan Daeng Nai akhirnya getol dengan olahraga tinju dan berlatih dengan keras. “Saya waktu itu dijuluki raja KO. Tidak ada yang bisa kalahkan saya. Saya dilatih oleh dosen tinju namanya Jetty Hamahoru, itu legenda tinju di Makassar. Saya numpang dulu di rumah beliau sembari diajar olehnya,” serunya.
Ia berpesan, cerita singkat soal dirinya ini bisa dimaknai secara mendalam oleh generasi muda Bali sekarang. “Ambil hikmah dan positifnya. Jika niat kita untuk berubah kuat, pasti bisa dilakukan dan cita-cita pasti bisa diraih. Dan paling penting saya katakan yakni kita harus memiliki nyali yang tinggi,” tutupnya.