JAKARTA, BALI EXPRESS- Sebanyak 134 pegawai di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu ternyata menjadi pemegang saham di 280 perusahaan. Hal tersebut diungkapkan Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan. Pahala menyatakan, mayoritas perusahaan itu bersifat tertutup (non-listing). Bukan perusahaan terbuka (Tbk) yang profil pemegang sahamnya dapat ditelusuri dengan mudah di bursa saham.
”Kalau (yang punya saham, Red) di perusahaan terbuka (Tbk) lebih banyak dari itu,” ungkapnya kemarin (9/3).
Pahala menerangkan, secara aturan memang tidak ada larangan pegawai pajak menjadi pemegang saham di sebuah perusahaan. Pegawai pajak juga secara spesifik tidak dilarang berbisnis. Namun, perilaku itu bisa masuk kategori tidak etis sebagaimana tercantum dalam peraturan pemerintah.
”Di aturannya hanya bilang agar memilih kegiatan yang etis, tapi etisnya apa nggak jelas,” terangnya.
Saat ini KPK masih mendalami fenomena kepemilikan saham di lingkungan pegawai pajak tersebut. Pahala menyebutkan, pihaknya sedang berfokus pada pegawai-pegawai yang menjadi pemegang saham di perusahaan konsultan pajak. Sebab, hal itu jelas berpotensi menimbulkan konflik kepentingan (conflict of interest).
”Paling bahaya itu soalnya,” ujarnya.
Rencananya, ratusan nama pegawai itu diserahkan KPK ke Kemenkeu. Pahala menyatakan, pihaknya akan meminta Kemenkeu untuk memperbaiki sistem pencegahan korupsi terkait kepemilikan saham tersebut.
”Jangan pas lagi rusuh (ribut di media, Red) baru dibenerin (diperbaiki sistem pencegahan korupsi, Red),” paparnya.
Selain menyerahkan nama, KPK bersama PPATK akan menindaklanjuti perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengan pegawai/pejabat pajak. Jika perusahaan tersebut berisiko memicu konflik kepentingan, pemeriksaan intensif akan dilakukan.
”Jadi, jangan sampai membuka peluang wajib pajak mau nego transfer ke perusahaan (pegawai/pejabat pajak, Red),” imbuhnya.
Staf Khusus Bidang Komunikasi Strategis Kemenkeu Yustinus Prastowo menjelaskan, Inspektorat Jenderal Kemenkeu tengah menginvestigasi 69 pegawai Kemenkeu yang dianggap memiliki profil berisiko tinggi karena diduga memiliki harta tidak wajar. Mayoritas pegawai itu berasal dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC). (jpg)