JAKARTA, BALI EXPRESS – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menemukan ketidakcocokan antara kesaksian Putri Candrawathi dengan keadaan yang menimpa Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Sebab, Yosua dimakamkan secara kedinasan Polri, padahal jika memang dia melakukan pelecehan seksual, seharusnya hal itu tidak terjadi.
Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso awalnya menanyakan kepada Putri syarat seorang anggota polisi mendapat kehormatan saat pemakaman. Putri menjawab tidak tahu persis, meskipun selama 20 tahun mendampingi Ferdy Sambo bertugas dan sering menghadiri pemakaman anggota polisi.
“Saudara tidak tahu persis. Saya sampaikan, untuk mendapatkan seperti itu berarti yang bersangkutan tidak boleh mendapatkan cemar sedikit pun atau noda dalam catatan karirnya, faktanya almarhum Yosua dimakamkan dengan kebesaran dari kepolisian. Kalau seandainya dia, seperti yang saudara sampaikan melakukan pelecehan seksual kepada saudara, tentunya dia tidak akan mendapatkan hal itu,” kata Wahyu dalam persidangan terdakwa Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu, Ricky Rizal, dan Kuat Maruf di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (12/12).
“Kedua, apa yang saudara sampaikan mengenai dalil pelecehan tadi sampai hari ini pada akhirnya Mabes Polri membatalkan SPDP mengenai hal itu,” imbuhnya.
Kendati demikian, Putri tetap bersikukuh jika Yosua melakukan pelecehan seksual kepada dirinya saat di Magelang, Jawa Tengah.
Dia tak tahu persis penyebab Polri memakamkan Yosua dengan cara kedinasan. “Mohon maaf yang mulia, mohon izin yang terjadi memang Yosua melakukan kekerasan seksual, pengancaman, dan penganiayaan membanting saya tiga kali ke bawah, itu yang memang benar-benar terjadi,” kata Putri.
“Kalaupun Polri melakukan pemakaman seperti itu, saya tidak tahu, mungkin bisa ditanyakan ke institusi Polri, kenapa bisa memberikan penghargaan kepada orang yang telah melakukan pemerkosaan, penganiayaan serta pengancaman kepada saya selaku Bhayangkari,” lanjutnya.
Diketahui, Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo terancam hukuman berlapis. Musababnya, dia bersama istrinya Putri Candrawathi dan Bripka Ricky Rizal dan Kuat Maruf didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap mendiang Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Perbuatan itu dilakukan bersama-sama Richard Eliezer Pudihang Lumiu, Putri Candrawathi, Ricky Rizal Wibowo dan Kuat Maruf (dituntut terpisah), pada Jumat (8/7), sekira pukul 15.28 -18.00 WIB, di Jalan Saguling Tiga No.29, Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan dan di Rumah Dinas Kompleks Polri Duren Tiga No.46, Rt 05, Rw 01, Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan.
“Mengadili, mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja dan terencana terlebih dahulu merampas orang lain,” terang Jaksa Penuntut Umum (JPU), saat membacakan surat dakwaan, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (17/10).
Atas perbuatannya melakukan pembunuhan berencana terhadap Yosua, bersama-sama dengan Putri, Richard, Ricky dan Kuat, Sambo pun terancam hukuman mati. Musababnya, mantan jenderal bintang dua tersebut dinilai melanggar Pasal 340 KUHP Jo Pasal 55 ayat 1ke-1 KUHPidana, sebagaimana dalam dakwaan kesatu primer. Selain itu, Sambo juga dijerat Pasal 338 KUHP Jo Pasal 55 ayat 1ke-1 KUHPidana sebagaimana dalam dakwaan kesatu subsidair. (jpg/wid)