28.7 C
Denpasar
Sunday, April 2, 2023

Dua Siswa Dipukuli Senior, Satu Meninggal Dunia

SURABAYA, BALI EXPRESS – Dalam kurun waktu Agustus hingga September, dua siswa di Jawa Timur meninggal dunia akibat kasus kekerasan.

Berdasarkan catatan Pemprov Jatim, kematian mereka terjadi di lingkungan satuan pendidikan. Diantaranya terjadi di salah satu SMK di Jember pada Agustus 2022 yang lalu. Aksi kekerasan fisik menimpa seorang siswa kelas X yang setelah dirawat di rumah sakit, siswa yang bersangkutan meninggal dunia.

Kejadian lainnya menimpa seorang pelajar SMA kelas XI di Sidoarjo yang juga setelah dirawat di rumah sakit, meninggal dunia karena pendarahan otak.

Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa melihat sekolah perlu memiliki satuan tugas perlindungan siswa. Mereka akan bertugas untuk menciptakan lingkungan yang bebas kekerasan. Khofifah mengaku tidak ingin lingkungan pendidikan yang seharusnya menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi siswa justru mengkhawatirkan.

Baca Juga :  Terdakwa Pemerkosa Bebas, KPPA Aceh Minta Revisi Qanun Jinayat

Mengatasi hal itu, Kemdikbud Ristek telah mengeluarkan regulasi dalam menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan nyaman melalui Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015. Peraturan ini berisi tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.

Aturan Permendikbud ini masuk dalam rekomendasi regulasi yang disampaikan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Diketahui KPAI mencatat setidaknya secara nasional ada 18 kasus kekerasan di satuan pendidikan selama tahun 2021.

Dikatakan Khofifah, secara formal tanggung jawab sekolah adalah selama siswa berada di sekolah dan pada jam sekolah. Namun pembentukan karakter siswa juga dilakukan di sekolah. Sehingga ditegaskan Khofifah, perlindungan anak menjadi tanggung jawab bersama.

Baca Juga :  Warung BK Bali, Sajikan Menu Sate dan Gulai Unik

Khofifah melanjutkan, sebagai upaya pencegahan kekerasan dilingkungan satuan pendidikan, hal paling krusial yang harus dipahami sekolah adalah bentuk kekeraaan serta dampak yang mungkin ditimbulkan dari tindak kekerasan.

“Banyak kasus tindak kekerasan terjadi karena ketidaktahuan pelaku maupun korban. Beberapa tindakan kekerasan dianggap sebagai sesuatu yang biasa, tetapi sebenarnya berpengaruh besar pada diri korban,” paparnya Kamis (22/9). (jpg/wid)

 


SURABAYA, BALI EXPRESS – Dalam kurun waktu Agustus hingga September, dua siswa di Jawa Timur meninggal dunia akibat kasus kekerasan.

Berdasarkan catatan Pemprov Jatim, kematian mereka terjadi di lingkungan satuan pendidikan. Diantaranya terjadi di salah satu SMK di Jember pada Agustus 2022 yang lalu. Aksi kekerasan fisik menimpa seorang siswa kelas X yang setelah dirawat di rumah sakit, siswa yang bersangkutan meninggal dunia.

Kejadian lainnya menimpa seorang pelajar SMA kelas XI di Sidoarjo yang juga setelah dirawat di rumah sakit, meninggal dunia karena pendarahan otak.

Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa melihat sekolah perlu memiliki satuan tugas perlindungan siswa. Mereka akan bertugas untuk menciptakan lingkungan yang bebas kekerasan. Khofifah mengaku tidak ingin lingkungan pendidikan yang seharusnya menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi siswa justru mengkhawatirkan.

Baca Juga :  Kasus 81 Kg Sabu; Dua Terdakwa Lagi Dituntut Hukuman Mati

Mengatasi hal itu, Kemdikbud Ristek telah mengeluarkan regulasi dalam menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan nyaman melalui Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015. Peraturan ini berisi tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.

Aturan Permendikbud ini masuk dalam rekomendasi regulasi yang disampaikan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Diketahui KPAI mencatat setidaknya secara nasional ada 18 kasus kekerasan di satuan pendidikan selama tahun 2021.

Dikatakan Khofifah, secara formal tanggung jawab sekolah adalah selama siswa berada di sekolah dan pada jam sekolah. Namun pembentukan karakter siswa juga dilakukan di sekolah. Sehingga ditegaskan Khofifah, perlindungan anak menjadi tanggung jawab bersama.

Baca Juga :  Demo Mahasiswa Ricuh, Polisi Bubarkan dengan Gas Air Mata

Khofifah melanjutkan, sebagai upaya pencegahan kekerasan dilingkungan satuan pendidikan, hal paling krusial yang harus dipahami sekolah adalah bentuk kekeraaan serta dampak yang mungkin ditimbulkan dari tindak kekerasan.

“Banyak kasus tindak kekerasan terjadi karena ketidaktahuan pelaku maupun korban. Beberapa tindakan kekerasan dianggap sebagai sesuatu yang biasa, tetapi sebenarnya berpengaruh besar pada diri korban,” paparnya Kamis (22/9). (jpg/wid)

 


Most Read

Artikel Terbaru