Pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebut Pilpres 2024 menjadi jatah Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mendapat tanggapan dari berbagai pihak. Pakar Komunikasi Politik Prof. Tjipta Lesmana dalam Kanal Youtube Indonesia Lawyer Club, Minggu (13/11), menyebut, Jokowi telah melanggar etika politik.
Tjipta Lesmana menyebut tidak masalah jika Jokowi mendukung Prabowo asalkan tidak secara terang-terangan. “Sah-sah saja kalau dia mau mendukung, tetapi dukung dari belakang jangan secara open di depan umum. Dia kan seorang presiden,” jelasnya.
Pihaknya mengajak masyarakat Indonesia mengingat kembali Pilpres 2019. Saat itu serangan Prabowo begitu tajam kepada Jokowi. Bahkan pendukung kedua tokoh tersebut saling serang hingga mengakibatkan keributan. Namun setelah pelantikan, tampak keduanya saling peluk.
“Dari suasana yang begitu panas kemudian jadi adem, bahkan Pak Prabowo diberikan posisi menjadi Menhan. Bagi saya sebagai pakar komunikasi politik kok aneh melihatnya,” jelas Tjipta Lesmana.
Lebih lanjut, pernyataan Jokowi yang seolah memberi sinyal dukungan kepada Prabowo, dinilai justru membuat down bakal calon presiden lainnya.
”Saya kira para tokoh politik sekarang pada sibuk mencari apa sebenarnya maksud dari Pak Jokowi. Kalau kita bicara soal demokratis, sudahlah lepas saja biar rakyat yang menentukan,” ungkapnya.
Namun Prof. Tjipta Lesmana juga berspekulasi, bisa saja pernyataan Jokowi tersebut adalah taktik untuk menjebak Prabowo. Pihaknya menduga pernyataan tersebut adalah cara Jokowi mengangkat kemudian menjatuhkan Prabowo. Sebab hingga kini tak ada yang pernah tahu tujuan dan maksud pernyataan Jokowi.
Sementara pengamat politik Yunarto Wijaya menilai, pernyataan Jokowi yang mengendorse Prabowo adalah wujud taktik politik Jokowi. Yunarto menyimpulkan dua kemungkinan taktik politik yang sedang dimainkan Jokowi. Pertama Jokowi main dengan banyak kaki dan kedua Jokowi sebenarnya bukan mengendorse Prabowo melainkan mengendorse dirinya sendiri agar tetap eksis di akhir masa kepemimpinannya.
“Ada banyak nama yang kelihatannya didukung Jokowi. Namun semakin dekat masa pemilu, nama-nama tersebut semakin mengerucut. Lalu soal endorse, siapapun presiden terpilih, mereka semua seakan-akan menjadi pemimpin koalisi. Inilah menyebabkan endorsemen itu muncul,” pungkasnya.