KARANGASEM, BALI EXPRESS – Sejumlah warga yang berasal dari tiga desa di Kecamatan Abang, yakni Desa Culik, Purwakerti, dan Bunutan, mendatangi Kantor DPRD Kabupaten Karangasem, Selasa (14/3). Mereka menyampaikan aspirasi terkait ditutupnya operasional fastboat di wilayah Amed.
Kedatangan dari sejumlah pekerja, pelaku pariwisata, dan tokoh masyarakat itu, di terima langsung Ketua Komisi III DPRD Karangasem I Wayan Sunarta dan anggota DPRD Dapil Abang I Ketut Suardana.
Koordinator rombongan, I Wayan Sentuni Artana mengungkapkan, pihaknya bersama dengan rombongan datang untuk menyampaikan aspirasi terkait dengan ditutupnya penyebrangan fasboat dari Amed menuju Gili Terawangan, Lomok, NTB. Mereka datang untuk menyampaikan bahwa sangat terdampak dengan ditutupnya penyebrangan tersebut.
“Sewaktu ramai, sekali trip bisa sampai 300 penumpang yang berangkat dari Amed. Dan hampir semuanya menginap di Amed. Dengan ditutupnya itu (Penyebrangan), banyak agen yang cancel (membatalkan) ke Amed,” jelas Sentuni.
Dikatakannya, penutupan itu sudah dilakukan sejak tanggal 1 Maret 2023. Lebih disayangkannya lagi, sebelum dilakukan penutupan, tidak ada sosialisasi dari pihak KSOP terkait rencana tersebut. “Tidak ada toleransi. Begitu ada surat, langsung ditutup, kalau tidak ditutup nanti risiko,” kata dia.
Selain berdampak ke penginapan ataupun ke tempat wisata lainnya, lanjutnya, para tukang suun pun terimbas. Pasalnya, dengan ditutupnya penyebrangan, mereka tidak bisa mencari nafkah seperti sebelumnya.
Ia berharap dengan kedatangannya bersama rombongan ke Kantor DPRD Karangasem, pemerintah maupun DPRD bisa mencarikan jalan terkait permasalahan yang dialami warga. “Mudah-mudahan dari bapak-bapak Dewan, beserta Bapak Bupati memberikan jalan terang untuk kita,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Karangasem I Wayan Sunarta mengucapkan terimakasih terhadap rombongan yang hadir untuk menyampaikan aspirasi ke Kantor DPRD Karangasem, karena telah datang dengan tertib.
Terkait kewenangan tersebut, pihaknya mengaku itu berada di provinsi. “Kewenangan pelabuhan antar provinsi, pastinya kewenangan ada di provinsi,” ujar Sunarta.
Dengan turunnya surat intruksi dari Kementrian Perhubungan per tanggal 12 Februari, harus menutup aktivitas bongkar muat atau pelayaran yang belum ada pelabuhan resmi atau dermaga, yang berujung ditutupnya aktivitas fastboat di Amed. Mengingat disana belum ada pelabuhan resmi atau dermaga. “Berdasarkan intruksi itu ditutup oleh KSOP,” tambahnya.
DPRD sebagai fasilitator, menyebut pihaknya sudah melakukan komunikasi dengan KSOP dan juga sudah menyampaikan kepada Bupati Karangasem. ”Bagaimana solusinya nanti sebelum ada izin atau dermaga belum dibangun, mudah-mudahan ada kebijakan untuk mengoperasikan fastboat. Itu yang bisa kami lakukan dalam waktu dekat ini,” pungkasnya. (dir)